11 Agustus 2012

Bersegera dan Bergegas dalam kebaikan


Bersegera dan Bergegas Dalam Kebaikan

Mengapa harus bersegera ? urusan minta ampun terhadap dosa dan bertaubat bukannya bisa nanti-nanti saja kalau sudah selesai pekerjaan, jika anak-anak sudah menamatkan kuliahnya dan sudah bekerja, ketika disaat tidak ada kesibukan atau kondisi sudah mapan dan keuangan setabil, dikala kondisi keluarga sudah sempurna ? Pernyataan seperti ini sering kali menjadi alasan kita menunda-nunda untuk segera meraih ampuna dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Bisa jadi karena keimanan kita dalam kondisi lemah sehingga kurang meyakini bahwa janji Allah itu benar adanya dan ampunan Allah itu adalah sebuah balasan yang nilainya jauh lebih berharga dari pada dunia dan siisinya.
Mengutip surat Ali Imran ayat 133 yang artinya :
Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang yang bertaqwa”.
Sering kali kita mengabaikan hal-hal yang secara hakiki lebih penting dan terjebak oleh kenikmatan duniawi yang cenderung menghijab antara pandangan kita dengan hikmah dibalik perintah Allah SWT. Makanya kata “bersegeralah” itu merupakan sebuah kata yang Allah tekankan kepada hambanya, agar selekas dari melakukan ketaatan dan berbagai kebajigan akan memghantarkan kepada ampunandan surga.
Serua untuk bersegera dalam kebaikan juga disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya yang berbunyi: Dari Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Bergegaslah dalam setiap perbuatan karena akan datang tujuh kejadian. Tidak kamu semua menunggunya melainkan akan datang: kefakiran yang membuat kamu dilupakan atau kekayaan yang menyesatkan, sakit yang membinasakan, kematian yang siap menjemput, dajjal yang datang dengan kejengkelan terselubung yang selalu menunggu, atau hari kiamat yang dahsyat yang memilukan”.
Agama Islam adalah agama gerak, agama kerja, dan agama aktif. Islam tidak menghendaki para pemeluknya menjadi umat yang lemah, rendah diri, dan menganggur. Dalam spirit Islam, kerja keras demikian terhormat, kerja cepat sangat diapresiasi, dan pasifisme ditolak serta ditentang. Oleh karenanya, Rasulullah sering kali mengingatkan umatnya agar tidak menyia-nyiakan waktu luang yang sering kali tidak banyak disadari bahwa waktu tersebut sangat berharga.
Kekosongan yang tidak diisi kebaikan akan terisi oleh keburukan dan kesempatan yang tidak diambil akan segara lepas dari tangan. Allah SWT memberi panduan agar setiap kita telah usai menunaikan satuaktivitas, maka waktu yang kosong hendaknya diisi dengan aktivitas aktivitas lain yang berdaya guna. “Maka, apabila kamu telah selesai ( dari suatu urusan ), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ( urusan ) yang lain”( QS.Al-Insyirah : 7 ).
Kemajuan dan kemunduran seseorang dan bahkan sebuah bangsa sangat tergantung pada kesiapan mereka dalam menyegerakan pekerjaan dan  aktivitas produktifnya. Semakin lamban mereka menyelesaikan masalah-masalahnya maka semakin lambat pula majunya, semakin cepat mereka mengelola aktivitasnya maka kemajuan akan datang di depan mata. Pekerjaan yang bisa kita lakukan di pagi hari tidak selayaknya kita tunda hingga sore hari, dan yang bisa kita tuntaskan di siang hari sangat naif bila kita berfikir untuk menyelesaikan nya di malam hari. Jalankan aktivitas hari ini dengan sebaik-baiknya kerena kita ditentukan oleh hasilkerja kita di hari ini. “Barang siapa yang suka melambat-lambatkan pekerjaannya maka tidak akan dipercepat hartanya”( HR Muslim ).
Yang dikhawatirkan adalah, apakah ada jaminan bahwa waktu yang kita alokasikan untuk mengerjaka apa yang kita tunda akan sampai kepada kita? Apakah ada jaminan bahwa besok Allah SWT belum memanggil kita? Apakah ada jaminan kita akan tetap sehat, punya waktu luang, dan bisa mengerjakan kebaikan-kebaikan yang sesungguhnya bisa kita segerakan saat ini ?
Agar kita tidak celaka saat dihisab, kita harus membagi waktu sesuai arahan Rasulullah SAW. Dalam bab Al Muraqabah dan Al Muhasabah kitab Kanzul Umal disebutkan, “Orang yang berakal hendaknya membagi waktunya menjadi empat. Waktu untuk bermunajatkepada Rabb-nya, waktu untuk melakukan muhasabah ( instropeksi ), waktu untuk merenungi ciptaan Allah SWT, serta waktu untuk keperluan makan dan minum”.
Berdasarkan hadist tersebut, setiap muslim yang ingin menyiapkan dirinya menghadapi hisab, wajib membagi waktunya dalam empat hal. Pertama, waktu untuk bermunajat. Saat munajat, kita harus senantiasa meneliti kembali apakah yang kita lakukan ikhlas karena Allah SWT atau tidak.
Kedua, waktu untuk muhasabah. Setiap selesai berbuat sesuatu atau minimal saat menjelang tidur, sebaiknya kita melakukan muhasabah. Apakah kita sudah sudah melakukan semua kewajiban? Apakah pelaksanaan kewajiban itu sudah sempurna sesuai syarat dan rukunnya? Apakah semua pekerjaan dan amal ibadah kita dilakukan dengan ikhlas?
Ketiga, waktu untuk merenungi semua ciptaan Allah SWT. Renungan ini sangat diperlukan untuk meningkatkan keimanan kita, dengan memikirkan dan merenungi diri dan semua ciptaan Allah SWT, kita akan lebih mengetahui kekuasaan Allah SWT dan keagungannya.
Keempat, waktu untuk memenuhi kebutuhan duniawi seperti untuk mencari nafkah, makan, minum, dan mengurusi keluarga. Kita adalah makhluk yang terdiri atas unsur materi dan rohani dengan komposisi yang seimbang. Unsur rohani memerlukan makanan dari apa yang diturunkan  Allah SWT berupa agamanya. Sedangkan unsur materi berasal dari tanah, air, juga udara, maka ia memerlukan makanan dan minuman yang semuanya berasal dari sari pati tanah.
Muslim yang hakiki hendaknya membagi waktunya secara proporsional untuk empat hal tersebut agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kita tidak boleh tenggelam dalam ibadah mahdhah saja dengan mengesampingkan yang lainnya.

Dalam hadist yang lain, tentang perintah bersegera dalam kebaikan juga di sampaikan Rasulullah SAW. “Bersegeralah kalian dalam melakukan amal-amal sholeh karena akan muncul bebagai fitnah yang menyerupai malam yang demikian gelap gulita. Di mana seseorang di pagi hari masih mukmin dan di sore hari menjadi kafir, menjadi mukmin di sore hari namun di pagi hari telah menjadi seorang kafir, dia tukar agamanya dengan dunia”      ( HR Muslim dan Ahmad ).
Mereka yang tidak memiliki aktivitas akan menjadi penebar isu dan desas-desus yang tidak  bermanfaat. Ketahuilah bahwa saat paling bebahaya bagi akal manusia adalah saat kita berada dalam kekosongan, dan kekosongan yang dibiarkan berlanjut akan membuat seseorang terjerat kesedihan yang berkepanjangan. Karena sesungguhnya waktu kosong adalah pencuri yang cerdik dan culas. Maka, obatilah ia dengan kerja keras, kerja cepat, dan kerja ikhlas, agar waktu kita berlimpah, berkah dan rahmat. Kuburlah waktu kosong dengan kesibukan berkesinambungan. Jika kita tidak barsegera, maka bersiap-siaplahuntuk binasa.
Betapa pentingnya kita menyegerakan berbuat baik dan beramal sholeh tanpa menundanya, sesuai yang diperintahkan Allah SWT. Kita sebagai manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok. Itulah mengapa hari esok di rahasiakan, tak lain agar manusia tidak mengandalkan dan menunda kebaikan-kebaikan pada waktu yang tak bisa dikuasainya.
Semua orang apapun setatus dan profesinya ia pasti mendambakan kebaikan, sekurang- kurangnya kebaikan bagi diri dan keluarganya, sebagaimana seorang pencuri tidak suka jika ia kecirian, seorang pezina tidak suka dan rela keluarganya dizinai orang lain, seorang koruptor pun tidak  ingin harta hasil korupsinya itu dikorupsi bawahannya. Jadi, kebaikan merupakan suatu yang fitri dan universal diterima semua umat manusia. Ia terhujam dalam hati nurani manusia dimana dan kapanpun berada. Namun kebaikan akan bermakna dan bernilai ibadah jika dilandasi atas dasar kecintaan kepada Allah SWT Rabb yang maha sempurna.
Kebaikan tidak harus dibatasi oleh dimensi waktu sehingga kita tidak boleh bebuat baik hanya kali ini saja, atau kapan-kapan, atau kadang-kadang dsb. Tapi kebaikan harus terus- menerus hidup dalam hati dan diri kita, kita harus berbuat baik untuk sesuatu. Salah satu keriteria sifat dan perilaku yang baik adalah dapat bermanfaat bagi orang lain, bukankah Rasulullah SAW melalui lisannya telah bersabda yang berbunyi, “Orang yang baik diantara kamu adalah orang yang paling bermafaat diantara kamu”.
Kebaikan tidak didasari pada rasa pamrih untuk dipuji ataupun dihormati, bahkan tidak juga dapat dihargai dengan uang. Rasulullah memberikan sifat orang berbuat baik manakala ia datang tidak kenal, tapi ketika ia pergi semua orang menangisi, sebagaimana kisah Zainal Abidin keturunan Rasulullah SAW, di mana ia membawa kayu bakar kepada setiap penduduk setiap malamnya, tak seorang pun tahu siapa yang bawa dan dari mana kayu bakar itu datang selama bertahun-tahun. Sampai ketika Zainal Abidin wafat, dijumpai terdapat tanda pada punggungnya bahwa beliau senantiasa mengangkut beban berat, dan semenjak sepeninggalan beliau tak ada lagi orang yang mengantarkan kayu bakar, tahulah penduduk setempat bahwa selama ini Zainal Abidin yang telah berbaik hati untuk mengantarkan kayu bakar tersebut tanpa sepengetahuan seseorang.
 Banyak sekali kebaikan yang harus kita lakukan, lalu apalagi yang kita tunggu, ternyata kebaikan banyak sekali di lingkungan kita, tinggal kita ingin bersungguh-sungguh berbuat baik atau tidak ? Banyak saudara-saudara kita memerlukan kebaikan dari kita semua, apakah kita bersifat acuh serta masa bodoh hanya melihat bahwa ia bukan saudara sedarah atau dari kultur yang berbeda.
Sudahkah kita menjadi orang yang bermanfaat untuk lingkungan sosial kita ? Jika kebaikan telah menyatu dalam diri dan hati, maka kualitas pribadilah yang kita dapatkan. Ingat Allah tidak mengajarkan kita menjadi orang-orang sholeh atau baik secara ritual saja, tapi juga sholeh secara sosial,karena pada dasarnya kita makhluk sosial. Jadi, kenapa kita harus menunggu untuk kebaikan dan kebenaran ?

Oleh : Rahmat Huda Sudrajat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar