10 Agustus 2012

MUHASABAH


MUHASABAH DIRI
Sesungguhnya dunia semakin hari semakin mejauh, akhirat semakin mendekat. Manusia tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana ia menemui kematian. Seorang ulama pernah mengingatkan kita adalah kumpulan kumpulan dari hari-hari. Setiap berlalu satu hari dari rangkaian waktu, maka bagian kita sudah terhempas. Ia tidak akan pernah kembali.
Ketahuilah bahwa dunia hanya terdiri atas tiga hari. Hari kemarin yang tidak akan pernah kembali dan sudah jauh meninggalkan kita. Sementara hari ini, adalah hari yang harus kita tulis dengan tinta emas amalan baik, kita ukir dengan pena kemuliaan. Ambillah mutiara-mutiara hikmah dari masa lalu. Tidak pernah beruntung orang-orang yang menyia-nyiakan hari ini setelah menyia-nyiakan kesempatam hari kemarin.
Sedangkan hari esok merupakan kesempatan bagi mereka yang telah Allah SWT kehendaki. Meski bisa jadi kita bukanlah orang yang akan menjumpai hari esok apalagi memilikinya, “Waktu itu laksana pedang, jika engkau tidak memotongnya ( mengisinya dengan kebaikan ), niscaya ia akan memenggalmu”. Demikian salah satu perkataan sahabat yang banyak memiliki hikmah.
Waktu adalah kehidupan, dan harus dimanfaatkan sebaik-baik mungkin serta tidak di sia-siakan tanpa ada manfaat sedikitpun barangsiapa yang menyia-nyiakan waktu maka ia telah menyia-nyiakan kehidupan, “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yangberiman dan beramal sholeh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan menasehati supaya menetapi kesabaran”                               ( QS Al-Ashr : 1-3 ).
Evaluasi diri atau muhasabah dari amalan hari kemarin serta menimbang perbuatan waktu lalu, adalah keniscayaan bagi seorang mukmin. Umar bin Al-Khattab pernah mengingatkan, “Hitung-hitunglah dirimu, sebelum kalian dihitung. Timbang-timbanglah diri kalian sebelui kalian ditimbang ( di hari kiamat )”.
Al-hasan mengatakan, “Orang mukmin selalu mengevakuasi dirinya karena Allah. Hisab akan menjadi ringan bagi mereka yang telah menghisab diri di dnia, dan akan menjadi berat pada hari kiamat bagi mereka yang mengambil perkara ini, tanpa muhasabah”. Sementara Maimun bin Mahram, sebagaimana dikutip Sa’id Hawwa dalam Al-Mukhtakhlash fii Tazkiyati Anfus ( Mensucikan Jiwa ), mengnggap evaluasi diri ini lebih penting dari pada mengaudit kekayaan.
Ia menyatakan, “Seorang hamba tidak termasuk golongan Muttaqin sehingga ia menghisab dirinya lebih keras ketimbang mengaudit terhadap mitra usahanya. Dua orang mitra usaha pun saling menghitung setelah melakukan usaha”.
Allah SWT menegaskan agar manusia selalu menghitung dan mempersiapkan amal. “Hai orang-orang yang beriman. Bertkwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akhirat )”                                 ( QS Al-Hasyr 59 : 18 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar