MUHASABAH
DIRI
Sesungguhnya dunia
semakin hari semakin mejauh, akhirat semakin mendekat. Manusia tidak ada yang
tahu kapan dan bagaimana ia menemui kematian. Seorang ulama pernah mengingatkan
kita adalah kumpulan kumpulan dari hari-hari. Setiap berlalu satu hari dari
rangkaian waktu, maka bagian kita sudah terhempas. Ia tidak akan pernah
kembali.
Ketahuilah bahwa dunia
hanya terdiri atas tiga hari. Hari kemarin yang tidak akan pernah kembali dan
sudah jauh meninggalkan kita. Sementara hari ini, adalah hari yang harus kita
tulis dengan tinta emas amalan baik, kita ukir dengan pena kemuliaan. Ambillah
mutiara-mutiara hikmah dari masa lalu. Tidak pernah beruntung orang-orang yang
menyia-nyiakan hari ini setelah menyia-nyiakan kesempatam hari kemarin.
Sedangkan hari esok
merupakan kesempatan bagi mereka yang telah Allah SWT kehendaki. Meski bisa
jadi kita bukanlah orang yang akan menjumpai hari esok apalagi memilikinya, “Waktu itu laksana pedang, jika engkau
tidak memotongnya ( mengisinya dengan kebaikan ), niscaya ia akan memenggalmu”.
Demikian salah satu perkataan sahabat yang banyak memiliki hikmah.
Waktu adalah kehidupan,
dan harus dimanfaatkan sebaik-baik mungkin serta tidak di sia-siakan tanpa ada
manfaat sedikitpun barangsiapa yang menyia-nyiakan waktu maka ia telah
menyia-nyiakan kehidupan, “Demi waktu,
sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yangberiman dan beramal sholeh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran
dan menasehati supaya menetapi kesabaran” ( QS Al-Ashr : 1-3 ).
Evaluasi diri atau
muhasabah dari amalan hari kemarin serta menimbang perbuatan waktu lalu, adalah
keniscayaan bagi seorang mukmin. Umar bin Al-Khattab pernah mengingatkan, “Hitung-hitunglah dirimu, sebelum kalian dihitung.
Timbang-timbanglah diri kalian sebelui kalian ditimbang ( di hari kiamat )”.
Al-hasan mengatakan,
“Orang mukmin selalu mengevakuasi dirinya karena Allah. Hisab akan menjadi
ringan bagi mereka yang telah menghisab diri di dnia, dan akan menjadi berat
pada hari kiamat bagi mereka yang mengambil perkara ini, tanpa muhasabah”.
Sementara Maimun bin Mahram, sebagaimana dikutip Sa’id Hawwa dalam Al-Mukhtakhlash fii Tazkiyati Anfus (
Mensucikan Jiwa ), mengnggap evaluasi diri ini lebih penting dari pada mengaudit
kekayaan.
Ia menyatakan, “Seorang
hamba tidak termasuk golongan Muttaqin sehingga ia menghisab dirinya lebih
keras ketimbang mengaudit terhadap mitra usahanya. Dua orang mitra usaha pun
saling menghitung setelah melakukan usaha”.
Allah SWT menegaskan
agar manusia selalu menghitung dan mempersiapkan amal. “Hai orang-orang yang beriman. Bertkwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok ( akhirat
)” (
QS Al-Hasyr 59 : 18 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar